4. Mengesakan Allah swt dalam Rububiah dan
Uluhiah.
Tauhid Rububiyah
adalah mengesakan Allah SWT dalam segala perbuatan-Nya, seperti dalam hal
mencipta, memberi rizki, menghidupkan dan mematikan, serta mengatur makhluk.
Sedangkan Tauhid
uluhiyah adalah pengakuan dan keyakinan bahwa Allah adalah satu-satunya Dzat
yang berhak disembah. Pengakuan tersebut selanjutnya direalisasikan dalam
bentuk penyembahan, ibadah dan pengharapan dari setiap do'a-do'anya. Sebagian
ulama mendefinisikan tauhid uluhiyah sebagai puncak rasa cinta dan keta'atan
kepada Allah. Dengan tauhid uluhiyah ini seorang hamba bisa disebut muslim,
karena telah melaksanakan perintah-perintah agama, yaitu ibadah. Maka bisa
dikatakan bahwa bentuk lahir dari tauhid uluhiyah adalah menjalankan
rukun-rukun Islam. Seorang hamba bisa saja telah mencapai tauhid rububiyah,
namun belum mencapai tauhid uluhiyah, seperti seseorang yang telah mempercayai
keberadaan Allah namun belum mau menegakkan rukun-rukun Islam. Karena ilah
maknanya adalah ma'bud (yang disembah). Maka tidak ada yang diseru dalam do'a
kecuali Allah, tidak ada yang dimintai pertolongan kecuali Dia, tidak ada yang
boleh dijadikan tempat bergantung kecuali Dia, tidak boleh menyembelih kurban
atau bernadzar kecuali untuk-Nya, dan tidak boleh mengarahkan seluruh ibadah
kecuali untuk-Nya dan karena-Nya semata.
5. Tidak menyekutukan Allah swt, dalam
Asma-Nya, sifat-Nya dan Af’al-Nya.
Allah adalah ismudz
Dzat yang mengandung seluruh pengertian yang ada dalam Asmaul Husna. Tiada
seorang pun yang setara dengan Allah, karena itu kafirlah orang-orang yang
menyekutukannya. Allah tidak menyerupai sesuatu, dan tiada sesuatu pun yang
menyerupai-Nya. Dia juga tidak membutuhkan apapun dari makhluk-Nya.
6. Tidak meminta berkah dengan mengusap-usap
kuburan
Dalam bahasa Arab,
berkah/barokah bermakna tetapnya sesuatu, dan bisa juga bermakna bertambah atau
berkembangnya sesuatu. Tabriik adalah mendoakan seseorang agar mendapatkan
keberkahan. Sedangkan tabarruk adalah istilah untuk meraup berkah atau “ngalap
berkah”. Berkah dalam Al Qur’an dan Sunnah adalah langgengnya kebaikan, kadang
pula bermakna bertambahnya kebaikan dan bahkan bisa bermakna kedua-duanya.
Demikian kesimpulan dari Dr. Nashir Al Judai’ dalam At Tabaruk, hal. 39.
Demikian kesimpulan dari Dr. Nashir Al Judai’ dalam At Tabaruk, hal. 39.
Tabarruk pada makhluk
seperti pada kubur, pohon, batu, manusia yang masih hidup atau telah mati, di
mana orang yang bertabarruk ingin mendapatkan barokah dari makhluk tersebut
(bukan dari Allah), atau jika bertabarruk dengan makhluk tersebut dapat
mendekatkan dirinya pada Allah Ta’ala, atau ingin mendapatkan syafa’at dari
makhluk tersebut sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang musyrik terdahulu,
maka seperti ini termasuk syirik akbar (syirik besar). Karena kelakukan semacam
ini adalah sejenis dengan perbuatan orang musyrik pada berhala atau sesembahan
mereka.
No comments:
Post a Comment