Tuesday, 23 December 2014

Karakter Capaian Muslim Salimul Aqidah (Bag. II)

4.      Mengesakan Allah swt dalam Rububiah dan Uluhiah.

Tauhid Rububiyah adalah mengesakan Allah SWT dalam segala perbuatan-Nya, seperti dalam hal mencipta, memberi rizki, menghidupkan dan mematikan, serta mengatur makhluk.
Sedangkan Tauhid uluhiyah adalah pengakuan dan keyakinan bahwa Allah adalah satu-satunya Dzat yang berhak disembah. Pengakuan tersebut selanjutnya direalisasikan dalam bentuk penyembahan, ibadah dan pengharapan dari setiap do'a-do'anya. Sebagian ulama mendefinisikan tauhid uluhiyah sebagai puncak rasa cinta dan keta'atan kepada Allah. Dengan tauhid uluhiyah ini seorang hamba bisa disebut muslim, karena telah melaksanakan perintah-perintah agama, yaitu ibadah. Maka bisa dikatakan bahwa bentuk lahir dari tauhid uluhiyah adalah menjalankan rukun-rukun Islam. Seorang hamba bisa saja telah mencapai tauhid rububiyah, namun belum mencapai tauhid uluhiyah, seperti seseorang yang telah mempercayai keberadaan Allah namun belum mau menegakkan rukun-rukun Islam. Karena ilah maknanya adalah ma'bud (yang disembah). Maka tidak ada yang diseru dalam do'a kecuali Allah, tidak ada yang dimintai pertolongan kecuali Dia, tidak ada yang boleh dijadikan tempat bergantung kecuali Dia, tidak boleh menyembelih kurban atau bernadzar kecuali untuk-Nya, dan tidak boleh mengarahkan seluruh ibadah kecuali untuk-Nya dan karena-Nya semata.

5.      Tidak menyekutukan Allah swt, dalam Asma-Nya, sifat-Nya dan Af’al-Nya.

Allah adalah ismudz Dzat yang mengandung seluruh pengertian yang ada dalam Asmaul Husna. Tiada seorang pun yang setara dengan Allah, karena itu kafirlah orang-orang yang menyekutukannya. Allah tidak menyerupai sesuatu, dan tiada sesuatu pun yang menyerupai-Nya. Dia juga tidak membutuhkan apapun dari makhluk-Nya.

6.      Tidak meminta berkah dengan mengusap-usap kuburan

Dalam bahasa Arab, berkah/barokah bermakna tetapnya sesuatu, dan bisa juga bermakna bertambah atau berkembangnya sesuatu. Tabriik adalah mendoakan seseorang agar mendapatkan keberkahan. Sedangkan tabarruk adalah istilah untuk meraup berkah atau “ngalap berkah”. Berkah dalam Al Qur’an dan Sunnah adalah langgengnya kebaikan, kadang pula bermakna bertambahnya kebaikan dan bahkan bisa bermakna kedua-duanya.
Demikian kesimpulan dari Dr. Nashir Al Judai’ dalam At Tabaruk, hal. 39.

Tabarruk pada makhluk seperti pada kubur, pohon, batu, manusia yang masih hidup atau telah mati, di mana orang yang bertabarruk ingin mendapatkan barokah dari makhluk tersebut (bukan dari Allah), atau jika bertabarruk dengan makhluk tersebut dapat mendekatkan dirinya pada Allah Ta’ala, atau ingin mendapatkan syafa’at dari makhluk tersebut sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang musyrik terdahulu, maka seperti ini termasuk syirik akbar (syirik besar). Karena kelakukan semacam ini adalah sejenis dengan perbuatan orang musyrik pada berhala atau sesembahan mereka.

Tabarruk kepada makhluk dengan keyakinan bahwa tabarruk pada makhluk tersebut akan berbuahkan pahala karena telah mendekatkan pada Allah, namun keyakinannya bukanlah makhluk tersebut yang mendatangkan manfaat atau bahaya. Hal ini seperti tabarruk yang dilakukan orang jahil dengan mengusap-usap kain ka’bah, dengan menyentuh dinding ka’bah, dengan menyentuh maqom Ibrahim dan hujroh nabawiyah, atau dengan menyentuh tiang masjidi harom dan masjid nabawi, ini semua dilakukan dalam rangka meraih berkah dari Allah, tabarruk semacam ini adalah tabarruk yang bid’ah (tidak ada tuntunannya dalam ajaran Islam) dan termasuk wasilah (perantara) pada syirik akbar kecuali jika ada dalil khusus akan hal itu.

No comments:

Post a Comment