Dalam penerapan aqidah
yang salim pada diri seorang muslim, maka dibutuhkan karakteristik yang mengacu
kepada tujuan akhir tarbiyah seseorang. Untuk itu perlu diketahui karakteristik seorang muslim yang
mencakup aspek sikap, pengetahuan, dan perilaku. Hal ini terbentuk dalam setiap
aktivitas keseharian seorang muslim, yaitu :
1. Tidak mengkafirkan seorang muslim
Kita tidak boleh
mengkafirkan seorang muslim dengan setiap dosa, meskipun dosa besar. Kecuali
ada unsur penganggapan halal maksiat tersebut. Kita juga tidak menghilangkan
akar iman darinya, dia masih disebut orang beriman secara hakiki atau seorang
mukmin yang fasik (tetapi) tidak kafir.
2. Tidak mengedepankan makhluq atas Khaliq
Seorang muslim harus
berusaha agar hawa nafsunya tidak mendominasi hati dan jiwanya, selalu
mendahulukan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya dibanding ketaatan kepada
siapapun dan apapun.
"Seorang di
antaramu hanya dianggap telah beriman bila aku (Rasulullah) lebih dia cintai
daripada anaknya, orang tuanya dan seluruh manusia." (HR. Al-Bukhari).
Seorang muslim hendaklah mengukur segala
aktivitasnya dengan parameter seperti yang Rasulullah sabdakan di atas. Jika
yang menjadi parameter ketaatan adalah “kuantitas” atau “jumlah suara” maka hal
tersebut juga bisa menjebaknya ke dalam maksiat kepada Allah. Misalnya jika
seorang muslim atau sekelompok muslim/jamaah/partai menafikan hukum Allah,
seperti menokohkan para penentang syari’at, mengisi kampanye dengan musik atau
sya’ir yang melalaikan, mengadakan acara bisnis, politik atau apapun dengan
mengabaikan waktu shalat, demi mencari suara yang banyak dalam politik, bisnis
atau lainnya, maka hal itu termasuk maksiat kepada Allah.
3. Mengingkari orang-orang yang
memperolok-olokkan ayat-ayat Allah swt dan tidak bergabung dalam majlis mereka.
Dalam menyikapi
kemungkaran, seorang harus memiliki sikap yang jelas, yakni menolaknya dengan
segenap kemampuan yang dimilikinya. Tidak boleh ada sedikit pun memberikan
dukungan terhadapnya. Tidak boleh pula terlihat ridha dan senang terhadap
kemungkaran itu. Ayat ini adalah di antara yang mengharuskan sikap tegas
tersebut. Seorang Muslim tidak boleh duduk di sebuah majelis yang mengolok-olok
dan melecehkan ayat-ayat Allah SWT.
Dan apabila kamu
melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, Maka tinggalkanlah
mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. dan jika syaitan
menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), Maka janganlah kamu duduk bersama
orang-orang yang zalim itu sesudah teringat (akan larangan itu). (QS. Al-An’am:
68).
No comments:
Post a Comment