Tuesday, 23 December 2014

Karakter Capaian Muslim Salimul Aqidah (Bag. I)

Dalam penerapan aqidah yang salim pada diri seorang muslim, maka dibutuhkan karakteristik yang mengacu kepada tujuan akhir tarbiyah seseorang. Untuk itu perlu  diketahui karakteristik seorang muslim yang mencakup aspek sikap, pengetahuan, dan perilaku. Hal ini terbentuk dalam setiap aktivitas keseharian seorang muslim, yaitu :

1.      Tidak mengkafirkan seorang muslim

Kita tidak boleh mengkafirkan seorang muslim dengan setiap dosa, meskipun dosa besar. Kecuali ada unsur penganggapan halal maksiat tersebut. Kita juga tidak menghilangkan akar iman darinya, dia masih disebut orang beriman secara hakiki atau seorang mukmin yang fasik (tetapi) tidak kafir.

2.      Tidak mengedepankan makhluq atas Khaliq

Seorang muslim harus berusaha agar hawa nafsunya tidak mendominasi hati dan jiwanya, selalu mendahulukan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya dibanding ketaatan kepada siapapun dan apapun.
"Seorang di antaramu hanya dianggap telah beriman bila aku (Rasulullah) lebih dia cintai daripada anaknya, orang tuanya dan seluruh manusia." (HR. Al-Bukhari).

Seorang muslim hendaklah mengukur segala aktivitasnya dengan parameter seperti yang Rasulullah sabdakan di atas. Jika yang menjadi parameter ketaatan adalah “kuantitas” atau “jumlah suara” maka hal tersebut juga bisa menjebaknya ke dalam maksiat kepada Allah. Misalnya jika seorang muslim atau sekelompok muslim/jamaah/partai menafikan hukum Allah, seperti menokohkan para penentang syari’at, mengisi kampanye dengan musik atau sya’ir yang melalaikan, mengadakan acara bisnis, politik atau apapun dengan mengabaikan waktu shalat, demi mencari suara yang banyak dalam politik, bisnis atau lainnya, maka hal itu termasuk maksiat kepada Allah.

3.      Mengingkari orang-orang yang memperolok-olokkan ayat-ayat Allah swt dan tidak bergabung dalam majlis mereka.

Dalam menyikapi kemungkaran, seorang harus memiliki sikap yang jelas, yakni menolaknya dengan segenap kemampuan yang dimilikinya. Tidak boleh ada sedikit pun memberikan dukungan terhadapnya. Tidak boleh pula terlihat ridha dan senang terhadap kemungkaran itu. Ayat ini adalah di antara yang mengharuskan sikap tegas tersebut. Seorang Muslim tidak boleh duduk di sebuah majelis yang mengolok-olok dan melecehkan ayat-ayat Allah SWT.


Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, Maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. dan jika syaitan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), Maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah teringat (akan larangan itu). (QS. Al-An’am: 68).

No comments:

Post a Comment