Tuesday, 23 December 2014

Implementasi Salimul Aqidah Dalam Kehidupan

Manusia merupakan makhluk yang sangat rentang digoda oleh syaitan. Karena manusia memiliki unsur nafsu, yang ketika lebih cendrung menurutinya, maka peran syaitan sangat kental disana. Maka dari itu, manusia harus memiliki sesuatu yang dapat menjadi pegangan dalam hidupnya, sehingga dapat menundukkan nafsunya dan syaitan pun tidak berdaya menggodanya. Itulah Aqidah yang selamat, aqidah yang baik, yang sangat diperlukan dalam kehidupan agar menjadi pegangan yang tidak akan menyesatkan.

Aqidah yang benar juga merupakan dasar pendidikan akhlak bagi seorang muslim, karena akhlak tersarikan dari aqidah dan pancaran dirinya. Jika seseorang beraqidah dengan benar, niscaya akhlaknya pun akan benar, baik dan lurus. Begitu pula sebaliknya, jika aqidahnya salah dan melenceng maka akhlaknya pun akan tidak benar. Aqidah seseorang akan benar dan lurus jika kepercayaan dan keyakinannya terhadap Allah juga lurus dan benar.
Aqidah adalah sumber persepsi dan pemikiran. Aqidah juga merupakan asas keterikatan dan persatuan, asas hukum dan syari'at, dan merupakan sumber keutamaan ajaran dan akhlaq. Aqidahlah yang telah mencetak para mujahid-mujahid untuk rindu akan syahid.

Aqidah yang selamat berperan besar dalam kehidupan seorang muslim, karena tanpa Salimul Aqidah, keraguan-keraguan akan terus berbuah prasangka-prasangka, yang akan menutup pandangan dan menjauhkan dirinya dari jalan Allah. Tanpa aqidah yang lurus, seorang muslim akan mudah dipengaruhi dan diragukan oleh berbagai informasi yang menyesatkan keimanan.

Pentingnya salimul aqidah dalam menjalani kehidupan sehari-hari, layaknya sebuah perahu sehat yang dengan tenangnya mengantarkan kita keseberang. Salimul Aqidah yang terimplementasi dalam setiap sendi-sendi kehidupan, akan melahirkan keteraturan di segala sisi kehidupan.

1.      Salimul Aqidah dalam individu
Implementasi saimul aqidah dalam individu berupa perwujudan enam rukun iman dalam kehidupan manusia. Ditandai dengan melaksanakan perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya. Menempatkan posisi Allah sebagai pengendali alam semesta, sehingga apa pun yang terjadi pada makhluknya, semua adalah atas izin-Nya. Pemberi rizki dan kesembuhan atas segala penyakit yang diujikan kepada hamba-Nya. Sehingga tidak layak seorang dokter, tabib, orang pintar kita posisikan sebagai pemberi kesembuhan. Allah lah yang mengizinkannya, dan adapun dokter dan obat-obatannya hanya lah perantara. Tidak layak direktur, investor, costumer kita posisikan sebagai pembawa atau pemberi keuntungan usaha yang kita lakukan. Allah lah yang menurunkan, sedangkan mereka hanya lah perantara.

2.      Salimul Aqidah dalam keluarga
Keluarga adalah tempat pendidikan dasar bagi anak. Karenanya, peran orang tua menjadi tauladan akan menjadi pegangan bagi anak ketika berinteraksi diluar. Salimul Aqidah dalam berkeluarga mengajarkan kita untuk saling menghormati dan saling menyayangi, menjalankan hak dan kewajiban setiap unsur-unsur keluarga, dan saling mengingatkan. Orang tua memberikan tauladan kepada anak-anaknya, dan anak berbakti kepada orang tua nya.

3.      Salimul Aqidah dalam kehidupan bermasyarakat
Salimul Aqidah dalam bermasyarakat dapat menjaga hubungan baik dengan manusia lainnya. Betetangga dengan penuh harmonis, saling tolong menolong, toleransi terhadap perbedaan furu’, musyawarah untuk mufakat, bersikap adil, dan menyadari bahwa semua manusia itu sama di depan Allah, hanya ketaqwaan yang akan membedakannya.

4.      Salimul Aqidah dalam kehidupan bernegara
Dari komunitas masyarakat yang beraqidah salim, maka tercipta kehidupan bernegara yang “baldatun toyyibatun warobbun ghofur”. Unsur warga negara dan pemerintah menjalankan hukum-hukum Allah, dalam menyelesaikan masalah, semua disandarkan pada ketetapan Al- qur'an dan sunnah, maka keridhoan Allah akan membuat negeri aman dan sejahtera.

Jika tiap orang mampu mengimplementasikan aqidah dalam semua aspek kehidupan, maka akan terwujud kehidupan yang baik pula, baik untuk diri sendiri, keluarganya, masyarakat disekitarnya maupun bagi bangsa dan negaranya.

Aqidah yang salim itu merupakan sesuatu kebenaran yang diyakini dalam hati berdasarkan akal, wahyu dan perasaan jiwa. Ia dapat mengendalikan perasaan seseorang yang kemudian membuat pemilik perasaan-perasaan itu memiliki pertimbangan penuh dalam melakukan tindakan-tindakannya. Sehingga apa yang dilakukan adalah perbuatan yang berdasarkan pada kaidah bahwa Allah senantiasa melihat dan mengamati di mana saja dan kapan saja.
Jauh dari perbuatan syirik besar maupun kecil. Dan meyakini segala makhluk di alam ini adalah dalam kuasanya dan atas seizin-Nya.


Implementasi Salimul aqidah dalam kehidupan dengan keyakinan dan nilai ketaatan. Aqidah yang bersih itu memiliki peranan besar dalam kehidupan. Baik dalam kehidupan keluarga, masyarakat dan negara. Terlebih lagi di akhirat kelak, akan dibalas sesuai dengan janji-Nya.

Karakter Capaian Muslim Salimul Aqidah (Bag. V End)


13.      Berusaha meraih rasa manisnya iman

Seseorang akan merasakan manisnya iman bermula manakala di dalam hatinya terdapat rasa cinta yang mendalam kepada Allah dan Rasul-Nya, manisnya akan semakin dirasakan bila seseorang berusaha untuk senantiasa menyempurnakan cintanya kepada Allah, memperbanyak cabang-cabangnya (amalan yang dicintai Allah.) dan menangkis hal-hal yang bertentangan dengan kecintaan Allah.
Dari Anas bin Malik, Rasulullah bersabda,

ﺛﻼث ﻣﻦ ﻛﻦ ﻓﻴﻪ وﺟﺪ ﺑﻬﻦ ﺣﻼوۃ اﻹﻣﺎن ان ﻳﻛﻮن ﷲ ورﺳﻮﻟﻪ اﺣﺐ إﻟﻴﻪ ﻣﻤﺎ ﺳﻮاﻫﻣﺎ وان ﻳﺣﺐ اﻟﻤﺮء ﻻﻳﺣﺒﻪ اﻻﷲ وان ﻳﻛﺮﻩ أن ﻳﻌﻮد ﻓﻲ اﻟﻛﻔﺮ ﺑﻌﺪ أن أﻧﻘﺬﻩ ﷲ ﻣﻨﻪ ﻛﻣﺎ ﻳﻜﺮﻩ أن ﻳﻘﺬف ﻓﻲ اﻟﻧﺎر

“Tiga sifat yang jika ada pada diri seseorang, ia akan meraih manisnya iman: (1) Allah l dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari selain keduanya, (2) ia mencintai seseorang, tidaklah mencintainya melainkan karena Allah l, (3) ia membenci untuk kembali kepada kekafiran (setelah Allah menyelamatkannya darinya) sebagaimana ia benci apabila dilempar ke dalam api.”( Muttafaqun ‘alaihi)

14.      Berusaha meraih rasa manisnya ibadah

Allah Subhanallahua ta'ala. telah menetapkan tujuan penciptaan manusia dan jin, yaitu untuk beribadah kepada-Nya. Ibadah dalam Islam mencakup seluruh sisi kehidupan, ritual dan sosial, hablumminah (hubungan vertikal) dan hablumminannas (hubungan horizontal), meliputi pikiran, perasan dan pekerjaan. Ibadah yang benar manakala terpenuhi dua syarat, yaitu ikhlas karena Allah swt. dan sesuai aturan syari’at. Para ahli tafsir sepakat bahwa yang dimaksud dengan ahsanu ‘amala (yang terbaik amalnya) adalah akhlashuhum lillah (yang paling ikhlash karena Allah) dan atba’uhum lisysyari’ah (yang paling komitmen mengikuti aturan syari’ah). Semua ibadah yang diperintahkah dalam Islam bertujuan untuk membentuk manusia taqwa.

15.      Merasakan adanya para malaikat mulia yang mencatat amalnya

Roqib dan ‘Atid bukanlah nama malaikat, namun menunjukkan sifat malaikat. Sifat roqib itu menunjukkan malaikat yang senantiasa mengawasi manusia, berada di sisi kiri dan kanan. Sedangkan ‘atid menunjukkan malaikat yang selalu hadir di mana pun kita berada.

Ketika dua orang Malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya Malaikat Pengawas yang selalu hadir. (QS. Qof: 17-18)

16.      Merasakan adanya istighfar para malaikat dan do’a mereka

Sungguh beruntung orang beriman. Diamnya pun kadang mendatangkan istighfar. Saat ia tidur, ada yang beristighfar untuknya. Para Malaikat, makhluk yang senantiasa taat, beristighfar untuk orang-orang beriman.

(Malaikat-malaikat) yang memikul 'Arsy dan Malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman (seraya mengucapkan): "Ya Tuhan Kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, Maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan Engkau dan peliharalah mereka dari siksaan neraka yang menyala-nyala, (QS. Al-Mu’min: 7)


Karakter Capaian Muslim Salimul Aqidah (Bag. IV)

10.      Meyakini terhapusnya dosa dengan taubat Nashuha

Kewajiban seorang manusia setelah melakukan perbuatan dosa pada Allah adalah bertobat mohon ampun pada-Nya dengan menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan melakukannya lagi. Tidak ada tanda khusus apakah saat Allah mengampuni dosa kita kecuali rasa tenang dalam hati. Karena bertaubat itu adalah perbuatan baik dan perbuatan baik akan membuat pelakunya berhati tenang. Dalam hadits riwayat Muslim:

اﻟﺑﺮ ﺣﺳﻦ اﻟﺧﻠﻖ واﻹﺛﻢ ﻣﺎﺣﺎك ﻓﯽ ﺻﺪرك وﻛﺮﻫﺖ ان ﻳﻄﻠﻊ ﻋﻠﻴﻪ اﻟﻨﺎس

Kebaikan adalah akhlak yang baik. Sedang dosa adalah sesuatu yang membuat hati guncang dan bimbang dan kamu tidak suka orang lain mengetahuinya.

11.      Memprediksikan datangnya kematian kapan saja

Mungkin kematian datang saat kita dalam keadaan bepergian, atau saat kita sedang asyik bercengkrama dengan istri/suami, anak-anak, orang tua, saudara-saudara, para sahabat, atau sedang dongkol, bertengkar, dan berteriak kepada saudara sesama muslim yang dalam hati kita mengganggap dia sebagai musuh.
Atau saat jadwal kematian kita telah tiba, kita diberikan keberuntungan oleh Allah, yaitu mati dalam keadaan sujud, tersungkur dihadapan-Nya, bertaubat, mohon ampunan-Nya, melantunkan asma-Nya, memuji-muji-Nya. Tidak ada yang bisa mendatangkan maut. Tidak ada yang bisa menolak maut. Tidak ada yang bisa lari dari maut. Tidak ada yang bisa mengatur maut. Tidak ada yang bisa tawar menawar soal maut.  Maka dari itu, sepatutnya kita harus senantiasa mengingat mati, karena Kematian adalah nasehat yang lebih tajam daripada nasehat lisan.

12.      Meyakini bahwa masa depan ada di tangan Islam

Sikap optimis kaum Muslimin bahwa masa depan milik Islam dilandasi oleh beberapa hal, antara lain:
a) Islam sebagai pedoman hidup
b)  Islam adalah agama fitrah
c) Islam adalah agama manusia
d) Islam adalah agama yang seimbang (tawazun)
e) Berita gembira baik dari Al-Qur‟an maupun As-Sunnah

Musa berkata kepada kaumnya: "Mohonlah pertolongan kepada Allah dan bersabarlah; Sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah; dipusakakan-Nya kepada siapa yang dihendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa." (QS. Al-A’rof: 128)

Rasulullah dalam banyak kesempatan sering memberikan bisyarat ini. Rasulullah bersabda : "Sesungguhnya Allah telah mengumpulkan untukku dunia, maka aku menyaksikannya dari ujung timur dan barat, dan kerajaan umatku akan melampaui timur dan barat seperti yang dikumpulkan untukku, dan aku diberi dua kekayaan (emas dan perak atau kekayaan dua kerajaan Romawi dan Persia) (HR. Muslim no. 5144).

Dalam hadits yang lain Rasulullah saw. bersabda: ”Berilah kabar gembira kepada umatku dengan kemenangan, ketenangan di negerinya, pertolongan Allah, dan kemuliaan agamanya, siapa yang menjadikan amal akhiratnya untuk dunia, maka ia tidak akan mendapatkan apa-apa di akhirat” (HR. Imam Ahmad no 20273).

Karakter Capaian Muslim Salimul Aqidah (Bag. III)

7.      Mempelajari berbagai aliran yang membahas Asma’ dan Sifat dan mengikuti madzhab salaf

Pada awalnya Islam hanyalah satu, yaitu yang dicontohkan dan diajarkan oleh Rasulullah SAW., lalu dilanjutkan oleh orang-orang beriman setelahnya yakni para sahabat ra. Kelak, jalan inilah yang ditempuh oleh Madhab Salaf atau Ahlus Sunnah wal Jamaah.

Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa. ( QS. Al-An’am: 153).

8.      Mengetahui batasan-batasan wala’ dan bara’

ﻵإﻟٰﻪ إﻻﷲ

La ilaha (tidak ada ilah) artinya penolakan semua ilah, itulah al-bara. illaLLAH (kecuali Allah saja) artinya penetapan keyakinan bahwa Allah adalah satu-satunya ilah yang benar, itulah al-wala.
Makna Al-Bara yaitu pengingkaran, permusuhan, pemisahan, kebencian. Makna Al-Wala yaitu ketaatan, pembelaan, kedekatan, kecintaan.

9.      Berteman dengan orang-orang shalih dan meneladaninya

Dengan bergaul bersama orang-orang saleh, seseorang akan diliputi keberkahan dan ikut mendapatkan kebaikan yang mereka miliki sekalipun tidak melakukan apa yang mereka lakukan. Setiap orang memiliki kecenderungan untuk mengikuti orang yang bersamanya, dan terpengaruh dengan perbuatan, pikiran, manhaj dan perilakunya. Setiap orang pasti akan menyesuaikan diri dengan perilaku kekasihnya, maka perhatikanlah oleh masing-masing kalian siapa orang yang menjadi kekasihnya. Teman yang saleh akan memberitahukan kekurangan-kekurangan dirimu, dan menunjukkan titik-titik kelemahanmu.

Bergaul bersama orang saleh akan menjaga waktu seseorang dari hal-hal yang tak berguna. Seorang teman yang saleh akan menjaga dirimu baik ketika sedang bersamamu ataupun tidak. Ia tidak akan membongkar rahasiamu dan tidak akan merendahkan kehormatanmu. Sekedar melihat orang-orang baik dan saleh, dapat membuat seseorang menjadi ingat kepada Allah. Orang-orang yang saleh adalah hiasan bagimu ketika dalam keadaan senang, dan bekal untukmu ketika dalam keadaan susah, serta penolong paling baik untuk meringankan beban kehidupanmu dan memecahkan kesulitanmu. Berkawan dengan orang-orang baik dan saleh merupakan salah satu sebab utama untuk masuk ke dalam golongan mereka. Dan majelis orang-orang baik dan saleh dikelilingi oleh para malaikat dan dijauhi oleh para setan, baik setan manusia ataupun setan jin


(Sumber: Majaalis Ash-Shahihain Karya Asy-Syaikh Abdullah bin Ali Ja’tsiin, dengan sedikit peringkasan) [Dikutip dari majalah Akhwat Sakinah Vol. 18/1433H/2012 Hal.87-88].

Karakter Capaian Muslim Salimul Aqidah (Bag. II)

4.      Mengesakan Allah swt dalam Rububiah dan Uluhiah.

Tauhid Rububiyah adalah mengesakan Allah SWT dalam segala perbuatan-Nya, seperti dalam hal mencipta, memberi rizki, menghidupkan dan mematikan, serta mengatur makhluk.
Sedangkan Tauhid uluhiyah adalah pengakuan dan keyakinan bahwa Allah adalah satu-satunya Dzat yang berhak disembah. Pengakuan tersebut selanjutnya direalisasikan dalam bentuk penyembahan, ibadah dan pengharapan dari setiap do'a-do'anya. Sebagian ulama mendefinisikan tauhid uluhiyah sebagai puncak rasa cinta dan keta'atan kepada Allah. Dengan tauhid uluhiyah ini seorang hamba bisa disebut muslim, karena telah melaksanakan perintah-perintah agama, yaitu ibadah. Maka bisa dikatakan bahwa bentuk lahir dari tauhid uluhiyah adalah menjalankan rukun-rukun Islam. Seorang hamba bisa saja telah mencapai tauhid rububiyah, namun belum mencapai tauhid uluhiyah, seperti seseorang yang telah mempercayai keberadaan Allah namun belum mau menegakkan rukun-rukun Islam. Karena ilah maknanya adalah ma'bud (yang disembah). Maka tidak ada yang diseru dalam do'a kecuali Allah, tidak ada yang dimintai pertolongan kecuali Dia, tidak ada yang boleh dijadikan tempat bergantung kecuali Dia, tidak boleh menyembelih kurban atau bernadzar kecuali untuk-Nya, dan tidak boleh mengarahkan seluruh ibadah kecuali untuk-Nya dan karena-Nya semata.

5.      Tidak menyekutukan Allah swt, dalam Asma-Nya, sifat-Nya dan Af’al-Nya.

Allah adalah ismudz Dzat yang mengandung seluruh pengertian yang ada dalam Asmaul Husna. Tiada seorang pun yang setara dengan Allah, karena itu kafirlah orang-orang yang menyekutukannya. Allah tidak menyerupai sesuatu, dan tiada sesuatu pun yang menyerupai-Nya. Dia juga tidak membutuhkan apapun dari makhluk-Nya.

6.      Tidak meminta berkah dengan mengusap-usap kuburan

Dalam bahasa Arab, berkah/barokah bermakna tetapnya sesuatu, dan bisa juga bermakna bertambah atau berkembangnya sesuatu. Tabriik adalah mendoakan seseorang agar mendapatkan keberkahan. Sedangkan tabarruk adalah istilah untuk meraup berkah atau “ngalap berkah”. Berkah dalam Al Qur’an dan Sunnah adalah langgengnya kebaikan, kadang pula bermakna bertambahnya kebaikan dan bahkan bisa bermakna kedua-duanya.
Demikian kesimpulan dari Dr. Nashir Al Judai’ dalam At Tabaruk, hal. 39.

Tabarruk pada makhluk seperti pada kubur, pohon, batu, manusia yang masih hidup atau telah mati, di mana orang yang bertabarruk ingin mendapatkan barokah dari makhluk tersebut (bukan dari Allah), atau jika bertabarruk dengan makhluk tersebut dapat mendekatkan dirinya pada Allah Ta’ala, atau ingin mendapatkan syafa’at dari makhluk tersebut sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang musyrik terdahulu, maka seperti ini termasuk syirik akbar (syirik besar). Karena kelakukan semacam ini adalah sejenis dengan perbuatan orang musyrik pada berhala atau sesembahan mereka.

Tabarruk kepada makhluk dengan keyakinan bahwa tabarruk pada makhluk tersebut akan berbuahkan pahala karena telah mendekatkan pada Allah, namun keyakinannya bukanlah makhluk tersebut yang mendatangkan manfaat atau bahaya. Hal ini seperti tabarruk yang dilakukan orang jahil dengan mengusap-usap kain ka’bah, dengan menyentuh dinding ka’bah, dengan menyentuh maqom Ibrahim dan hujroh nabawiyah, atau dengan menyentuh tiang masjidi harom dan masjid nabawi, ini semua dilakukan dalam rangka meraih berkah dari Allah, tabarruk semacam ini adalah tabarruk yang bid’ah (tidak ada tuntunannya dalam ajaran Islam) dan termasuk wasilah (perantara) pada syirik akbar kecuali jika ada dalil khusus akan hal itu.

Karakter Capaian Muslim Salimul Aqidah (Bag. I)

Dalam penerapan aqidah yang salim pada diri seorang muslim, maka dibutuhkan karakteristik yang mengacu kepada tujuan akhir tarbiyah seseorang. Untuk itu perlu  diketahui karakteristik seorang muslim yang mencakup aspek sikap, pengetahuan, dan perilaku. Hal ini terbentuk dalam setiap aktivitas keseharian seorang muslim, yaitu :

1.      Tidak mengkafirkan seorang muslim

Kita tidak boleh mengkafirkan seorang muslim dengan setiap dosa, meskipun dosa besar. Kecuali ada unsur penganggapan halal maksiat tersebut. Kita juga tidak menghilangkan akar iman darinya, dia masih disebut orang beriman secara hakiki atau seorang mukmin yang fasik (tetapi) tidak kafir.

2.      Tidak mengedepankan makhluq atas Khaliq

Seorang muslim harus berusaha agar hawa nafsunya tidak mendominasi hati dan jiwanya, selalu mendahulukan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya dibanding ketaatan kepada siapapun dan apapun.
"Seorang di antaramu hanya dianggap telah beriman bila aku (Rasulullah) lebih dia cintai daripada anaknya, orang tuanya dan seluruh manusia." (HR. Al-Bukhari).

Seorang muslim hendaklah mengukur segala aktivitasnya dengan parameter seperti yang Rasulullah sabdakan di atas. Jika yang menjadi parameter ketaatan adalah “kuantitas” atau “jumlah suara” maka hal tersebut juga bisa menjebaknya ke dalam maksiat kepada Allah. Misalnya jika seorang muslim atau sekelompok muslim/jamaah/partai menafikan hukum Allah, seperti menokohkan para penentang syari’at, mengisi kampanye dengan musik atau sya’ir yang melalaikan, mengadakan acara bisnis, politik atau apapun dengan mengabaikan waktu shalat, demi mencari suara yang banyak dalam politik, bisnis atau lainnya, maka hal itu termasuk maksiat kepada Allah.

3.      Mengingkari orang-orang yang memperolok-olokkan ayat-ayat Allah swt dan tidak bergabung dalam majlis mereka.

Dalam menyikapi kemungkaran, seorang harus memiliki sikap yang jelas, yakni menolaknya dengan segenap kemampuan yang dimilikinya. Tidak boleh ada sedikit pun memberikan dukungan terhadapnya. Tidak boleh pula terlihat ridha dan senang terhadap kemungkaran itu. Ayat ini adalah di antara yang mengharuskan sikap tegas tersebut. Seorang Muslim tidak boleh duduk di sebuah majelis yang mengolok-olok dan melecehkan ayat-ayat Allah SWT.


Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, Maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. dan jika syaitan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), Maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah teringat (akan larangan itu). (QS. Al-An’am: 68).

Urgensi Salimul Aqidah

      

1.      Baik Amalnya Maka Allah Akan Meridhoinya.

Amal perbuatan yang kita lakukan adalah semata-mata untuk mengharap ridho Allah Subhanahu Wata’ala, sehingga bagaimana kita bisa mendapatkan ridho-Nya jika amal yang kita lakukan bertentangan dengan jalan yang ditetapkan oleh Allah.

2.      Tawakkal atau membuat seorang muslim menyerahkan segalanya hanya kepada Allah.

Tawakkal adalah salah satu ibadah hati dan akhlaq keimanan yang paling afdhal. Ibnul Qayyim menyebutkan bahwa tawakkal merupakan separuh din, karena din itu adalah ibadah dan isti’anah[1], sedangkan tawakkal itu sendiri adalah isti’anah.
  
إيَّاكَ نَعْبُدُ وَإيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ

Hanya Engkaulah yang Kami sembah dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan”. (QS. Al-Fatihah : 5)

3.      Niatan utama dalam segala perbuatan adalah karena Allah.

Agama bertumpu pada dua hal: sisi lahiriyah (perbuatan) dan sisi batiniyah (niat). Dalam ibadah inti, seperti Shalat, Haji, dan Puasa, keberadaan niat merupakan rukun. Sehingga amalan tersebut tidak akan bernilai ibadah jika tidak diiringi dengan niat. Niat adalah ruh amal, inti dan sendinya. Amal mengikuti niat. Amal menjadi benar karena niat yang benar, dan amal menjadi rusak karena niat yang rusak. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam telah menyampaikan dua kalimat yang mendalam yang mengandung ilmu, yaitu sebagaimana yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim :

ﻋﻦ ﺄﻣﻴﺮ ﺎﯘﻣﻧﻴﻦ ﻋﻣﺮ ﺑﻦ ﺎﻄﺎب رﺿ ﷲ ﻋﻨﻪ ﻗﺎل ﺳﻤﻌﺖ رﺳﻮل ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻮﺳﻠﻢ ﻳﻘﻮل اﻧﻤﺎ اﻷﻋﻤﺎل ﺑﺎﻟﻨﯿﺎت ﻮ اﻧﻤﺎ ﻟﻜﻞ اﻣﺮﺊ ﻣﺎ ﻧﻮﯽ ﻓﻣﻦ ﻛﺎﻧﺖ ﻫﺠﺮﺗﻪ إ ﷲ و رﺳﻮﻟﻪ ﻓﻬﺠﺮﺗﻪ إﷲ و رﺳﻮﻟﻪ وﻣﻦ ﻛﺎﻧﺖ ﻫﺠﺮﺗﻪ ﻟﺪﻧﻴﺎ ﻳﺼﻴﺒﻬﺎ أو اﻣﺮأۃ ﻳﻨﻜﺤﻬﺎ ﻓﻬﺠﺮﺗﻪ إ ﻣﺎ ﻫﺎﺟﺮ إﻟﻴﻪ

Dari Amirul mukminin, Umar bin khathab Ra. Dia berkata: Aku mendengar Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam berkata: "Sesungguhnya segala perbuatan dilandasi dengan niat, dan setiap perbuatan tergantung pada apa yang diniatkan. Maka barang siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu mendapat Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa yang hijrahnya itu karena kesenangan dunia atau seorang wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya itu hanya mendapat apa yang ditujunya itu"

4.      Menjauhkan diri kita dari Tuhan-Tuhan yang lain.

Konsep Tuhan yang diakui dalam Islam hanyalah satu, yaitu Allah Subhanahu Wata’ala. Dia lah tempat penyembahan, meminta pertolongan, dan berharap keberkahan nikmat. Adapun sesuatu yang menjadi obyek sesembahan, meminta pertolongan, dan berharap keberkahan selain kepada-Nya, maka semua itu adalah bathil.

5.      Dakwah yang pertama kali dilakukan oleh Rasulullah.

Selama periode dakwah Rasulullah di Makkah, membersihkan aqidah kaum arab jahiliyah dilakukan oleh Rasulullah, sebelum adanya perintah dakwah untuk ibadah maupun bermu’amalah. Mulai dari dakwah sembunyi-sembunyi sampai terang-terangan, dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah di Makkah berisi tentang :
a.       Keesaan Allah Subhanahu Wata’ala
b.      Hari Kiamat sebagai hari pembalasan
c.       Kesucian jiwa
d.      Persaudaraan dan Persatuan



[1] Isti’anah artinya meminta pertolongan dan dukungan dalam suatu urusan.

Salimul Aqidah

Salim Al-Aqidah (Aqidah yang selamat/ bersih) adalah sesuatu yang harus ada pada diri setiap Muslim. Aqidah yang selamat, aqidah yang bersih akan membuat ikatan yang kuat seorang hamba kepada Allah Subhanahu Wata’ala, sehingga dalam menjalani kehidupan ini, tidak akan melenceng dari jalan dan ketentuan-ketentuan Allah. Kemantapan dan kebersihan aqidah seorang muslim akan menjadikan dirinya penuh tawakkal kepada Allah, segala tindak-tanduk perbuatannyaakan diserahkan kepada Allah.
ö@è% ¨bÎ) ÎAŸx|¹ Å5Ý¡èSur y$uøtxCur ÎA$yJtBur ¬! Éb>u tûüÏHs>»yèø9$#  

Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. (QS. Al-An’am : 162)

Sebagaimana pentingnya aqidah yang salim ini terhadap setiap individu muslim, hal itu lah yang membuat dakwah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam di Makkah mengutamakan pembinaan aqidah para sahabat.

Kita bisa membagi masa dakwah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam menjadi dua periode, yang satu sama lain sangat berbeda, yaitu:
1.      Periode makkah, berjalan kira-kira selama tiga belas tahun.
2.      Periode madina, berjalan selama sepuluh tahun penuh.

Dakwah yang dilakukan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam di Makkah adalah untuk membersihkan aqidah para sahabat. Sebagaimana banyak diterangkan dalam sirah, bahwa sejak wahyu pertama didakwahkan secara sembunyi-sembunyi, sampai turun perintah untuk dakwah secara terang-terangan, tetap isi dakwah Rasulullah pada periodisasi itu adalah seputar tauhid , yaitu pembersihan aqidah.


Oleh sebab itu, pentingnya Salimul Aqidah ini dimiliki oleh setiap muslim, apa lagi bagi Aktivis Dakwah, yang setiap aktivitasnya harus bermuatan dakwah, dakwah yang tidak hanya sekedar manisnya kata dan gemulainya perbuatan, tetapi benar-benar kata-kata yang berisi seruan terhadap diri sendiri dan orang lain, perbuatan-perbuatan yang benar-benar mentauladani Al-Qur’an sebagai buah dari ikatan yang kuat dengan Tuhan. Penuh tawakkal dan tidak sekalipun melenceng dari aturan dan ketentuan-ketentuan-Nya.

Kunci Kekuatan, Kesolidan, dan Kehidupan Berjama'ah


Berjama'ah itu wajib dilakukan oleh setiap muslim. Allah Subhanahu Wata'ala telah menjelaskannya dalam Al-Qur'an, dan Rosulullah Sallaulahu 'alaihi Wasallam menegaskannya dalam Sunnahnya agar ummat ini hidup ber-jamaah, saling tolong-menolong, dan melarang berpecah-belah, bercerai-berai, bermusuhan dan saling menjatuhkan satu sama lainnya.


Berjama'ah berarti berkumpul dengan sekelompok manusia dalam satu tujuan bersama. Berjama'ah dengan memiliki visi dan misi yang menjadi semangat bersama untuk dicapai. Berjama'ah tidak sekedar semangat, tetapi juga dengan strategi untuk menggapai itu.

Strategi yang jitu dan efektif, dihasilkan oleh manusia-manusia yang berkualitas. Tidak cukup hanya 1 (satu) orang atau beberapa saja, lebih utama adalah semua anggota tidak diragukan kualitas dirinya. Untuk mensolidkan jama'ah, dan menguatkannya, hingga akhirnya mempertahankan eksistensinya, tidak lain dengan mengorganisir secara baik setiap elemen yang ada dalam jama'ah.

Namun, sebagus apapun sebuah sistem manajemen yang dijalankan, jika manusia-manusianya yang terlibat tidak berkualitas, akan membuat kesolidan, kekuatan dan keeksistensian itu tidak bekerja.


Maka alangkah  baiknya, jika terlebih dahulu individu-individunya didasari oleh tarqiyah diri sendiri.


Semua ini dimulai sejak ketergabungan diri dengan sebuah jama'ah ini. Diri ini sebagai individu, harus melewati tahapan ini, sebelum mengakui diri sebagai bagian dari jama'ah ini.

1. Faham

Ya, langkah awal adalah harus faham, harus memahami jama'ah apa, organisasi apa, perkumpulan apa. Sehingga benar-benar yakin tanpa ada keraguan lagi, bahwa ini lah sarana yang terbaik bagi diri kita. Tidak patut kita membicarakan sesuatu yang padahal kita tidak memahaminya sama sekali. Dengan memahami perihal tentang perkumpulan ini, maka akan menjadikan niatan awal yang munkin hanya sekedar sesuatu apa itu, menjadi benar-benar jelas dan berorientasi semangat. terlebih lagi jika segala tujuan awal pribadi kita dapat disejalankan, atau bahkan dikesampingkan dahulu untuk lebih menyatukan pikiran dan hati terhadap jama'ah ini. Sehingga segala kepentingan untuk kemaslahatan bersama tetap akan menjadi prioritas semua.

2. Ikhlas

Sesuatu yang dilakukan dengan ikhlas, maka akan berbuah kenikmatan dalam melakukan sesuatu tersebut. Keikhlasan amat terkait dengan kepahaman akan niatan dan tujuan dan penerimaan menjadi bagian sebuah jamaa'ah. Pemahaman yang berbuah penerimaan, sampai kecintaan, akan menumbuhkan keikhlasan.

3. Berkerja

Bekerja untuk menghidupkan jama'ah akan menjadi beban tersendiri bagi setiap anggota. Ketika level ikhlas telah meliputi, maka seberat apa pun tugas atau amanah yang diembankan, tidak akan menjadi hitungan.

4. Bersungguh-Sungguh

Pekerjaan yang akan menghasilkan sesuatu yang diharapkan, hanya dapat dilakukan dengan penuh kesungguhan. Tanpa adanya kesungguhan dalam melakukan setiap pekerjaan, niscaya hasilnya tidak memuaskan.

5. Berkorban

Berkorban adalah sarana yang tepat untuk mengukur seberapa baik kesungguhan kita dalam bekerja. Jika dirasa belum ada pengorbanan yang dilakukan, maka tidak ada kata kesungguhan dalam pekerjaan yang kita lakukan.

6. Taat

Ketaatan dalam mengikuti segala aturan dan arahan, akan menjadi andalan membangkitkan kesolidan. Semangat yang menggebu, pengorbanan yang besar, kesolidan yang utuh, memerlukan arah yang direncanakan.

7. Teguh Pendirian

Keistiqomahan, kesabaran, terus bekerja dalam segala kondisi. Tidak mudah terombak-ambik oleh dinamika sekitar, akan membuat kokohnya bangunan jama'ah ini.

8. Loyalitas

Totalitas menjadi bagian, tidak berpihak terhadap kepentingan lain selain jama'ah.

9. Persaudaraan

Berjama'ah, adalah berinteraksi dengan orang lain. Berbeda kepala, berbeda isi, berbeda pandangan. persaudaraan lah yang akan mengikat setiap perbedaan itu. Tidak ada saudara sendiri yang tega untuk menyakiti sesama saudaranya. Bahkan berani mendahulukan kepentingan saudaranya dalam urusan kenikmatan dunia. Persaudaraan pada level itu akan membuat kesolidan dan kekuatan semakin hidup.

10. Percaya

Percaya terhadap pimpinan. Kepercayaan yang membuat ketenagan. Seorang pemimpin adalah orang-orang yang terpilih dan terbaik diantara kita. Kemapuannya, keikhlasannya, dan ketaatannya.

Jika tahapan-tahapan itu telah ada dalam jatidiri setiap individu jama'ah, maka mewujudkan kesolidan akan mudah, memperkuat eksistensi akan indah, dan masa depan perkembangan sayap akan cerah.
Insya Allah...


#ArkanulBai'ah

Saturday, 12 July 2014

Fakta tentang Gaza


Selain berita keteguhan mereka, ternyata banyak juga keunikan-keunikan yang fakta di sana.

Apa saja kah itu?

Ibrahim Al-Qassam

1). Ternyata warga negara asing
yang disegani oleh warga disana
adalah warga negara Indonesia !
Selain karena Indonesia adalah
negara dengan jumlah penduduk
muslim terbesar di dunia (semoga
warga Palestina tidak mengetahui
kondisi keIslaman Indonesia
supaya tidak kecewa ), juga
karena Indonesia selalu
memberikan dukungan moriil
dibandingkan dengan negara lain,
baik negara di Timur Tengah lain
sekalipun.

2). Walaupun tinggal di area
konflik, anak-anak di Gaza tidak
ada yang trauma sedikitpun.
Wajah mereka selalu riang dan
ceria!

3). Ternyata rata-rata pendidikan
minimal warga sana adalah S2 !

4). Saat mengunjungi panti orang
cacat, disana juga para
penghuninya juga tidak ada yang
murung. Semuanya menampakkan
wajah ceria! Yang mereka yakini
adalah bagian tubuh mereka yang
tidak ada telah mendahului mereka
ke Surga.

5). Rata-rata masyarakatnya
hafidz 30 juz.

6). Rata-rata ibu-ibu disana tidak
tidur sebelum membaca 3 juz al
Qur’an!

7). Saat komisi X DPR kesana,
mereka sempat mengunjungi
penjara hasil tawanan Israel. Dan
ternyata disana berisi ibu-ibu dan
anak Palestina yang dikurung
dengan dakwaan yang tidak jelas
alasannya. Dan hukuman untuk
mereka rata-rata tidak logis. 1000
tahun penjara! Sebegitu takutkah
Israel terhadap Palestina?

8). Setiap anak kecil yang ditanya,
mereka bercita-cita menjadi
pasukan Izzuddin Al Qasam dan
syahid di jalan Allah.

9). Angka kelahiran selalu sama
dengan atau lebih besar dari
angka kematian. Tanah yang
takkan kekurangan Pejuang!

10). Sebagian dari warga dunia
mengira rakyat Palestina
memperjuangkan tanah kelahiran
mereka. Nyatanya jawaban
mereka adalah, kami disini
memperjuangkan tanah yang
memang ditakdirkan untuk umat
Islam. Hanya saja karena kami
lah yang ditakdirkan untuk lahir
disini, makan kami lah
berkewajiban untuk melindungi
tanah umat Islam ini.

11). Di sana tidak ada pupuk.
Namun ternyata semua hasil
pertaniannya adalah grade A.
Grade terbaik! Memang, tanah
akan kian subur apabila disirami
darah para sSyuhada!

Maasyaa Allah...

Tabarokallah...