Wednesday, 11 February 2015

Mencintainya, Memacarinya Semata-Mata Karena Allah


Cinta memang sesuatu yang misterius. Karenanya, banyak orang rela melakukan segalanya, berkorban untuknya, bahkan nekat menghabisi nyawanya. Itu lah bentuk ekspresi cinta yang dilakukan oleh kebanyakan para awam. Cinta berdasarkan luapan nafsu, tanpa adanya akal dan ruh yang mengiringi dan melandasi.


Kuatnya letupan ekspresi yang tak mampu disadari, membuat otak berfikir keras, mencari dalih religi sebagai bukti legalisasi ekspresi. Jika logika tertolak, agama pun bertindak. Begitu lah cara manusia-manusia yang ruh nya sedang haus. Berani mengatasnamakan agama untuk melegalisasikan ekpresi salahnya.

Bukan kah cinta kepada sesama makhluk Allah itu adalah sebuah anugerah?
Lalu kenapa harus melupakan kekasih, pacar?
Padahal Allah memberikan anugerah tersebut agar setiap manusia tidak kesepian, untuk saling mengenal.
Mencintainya, memacarinya semata-mata karena Allah...

Begitulah sepotong ekspresi cinta para cendikia tanpa doa.


Niat itu harus lurus dengan perbuatan, dan perbuatan itu adalah perbuatan yang dibenarkan, dibenarkan oleh Allah, yang Allah ridho terhadapnya. Berjudi, melakukannya dengan niat semata-mata karena Allah, untuk menjemput rizqi dari Allah, apakah tepat?
Tentu saja tidak tepat.
Begitu juga dengan hal ini, berhubungan antar lawan jenis (ikhwan dan akhwat) yang diridhoi Allah itu adalah hubungan nasab (keturunan) dan pernikahan, sedangkan muamalah ada batasan-batasannya, dan juga seperlunya. 


Jika niatnya untuk menikah, maka lakukan lah dengan cara yang juga Allah ridhoi. Bukan dengan cara yang dilarang-Nya, karena itu sama saja dengan mengingkari-Nya.


Lalu bagaimana caranya?
Datangi lah walinya, dapatkan lah restunya, ucapkan lah ijab-qobul-nya, dan bayarlah maharnya.

Bereslah sudah...


Lalu masalah cinta, apakah tidak penting?
Cinta butuh waktu, dari saling mengenal.


Jika tidak ada cinta, buat apa menderita membayar KUA? Cinta itu memang muncul setelah menerima (ikhlas) akan dirinya, menerima segalanya, kekurangan dan kelebihannya. Ikhlas tersebut juga karena sudah benar-benar faham akan dirinya, segala hal tentang dirinya. Memahami akan dirinya dimulai dengan mengenal betul dirinya. Itu lah proses Ta'aruf (kenal).

Pacaran  bukan lah bentuk dari ta'aruf atau bagian dari ta'aruf.
Pacaran itu adalah bentuk dari taqorrub bi ziina (mendekati zina).
Karena menikmati yang bukan haknya, dan pasti akan terus menggiring ke bentuk maksiat-maksiat berikutnya. 

Ta'aruf yang salah, itu lah pacaran. 

Bagaimana ta'aruf yang benar?Dengan tidak bermaksiat dan tidak menikmati yang bukan hak nya.
Wallahu A'lam ;)
*sekedar corat-coret


No comments:

Post a Comment