Sunday, 15 February 2015

Muhasabah Untuk Diri Sendiri


Sungguh diri ini amat rendah dibanding kasih sayang Mu..
Engkau masih memberikan kesempatan diri ini untuk sekejab bersujud di sepertiga malam, bermuhasabah, menangisi diri ini.

Betapa bodohnya diri ini, tidak menyadari kekuasaan Mu.
Betapa lemahnya diri ini, atas segala karunia nikmat Mu.
Betapa malunya diri ini, lupa bersyukur atas hidayah Mu.

Duhai Allah..
Ampunilah dosa-dosa hamba.
Jangan engkau putuskan pertolongan dan curahan kasih sayang Mu kepada hamba..
Jangan engkau matikan hamba dalam keadaan tidak mengingat Mu..

Maafkan syahadat hamba yang rusak..
Maafkan ketidak-khusu'an sholat-sholat hamba..
Maafkan puasa-puasa hamba yang tidak sempurna..
Maafkan zakat-zakat hamba yang tidak ditunaikan..
Maafkan ketidak-sungguhan hamba berikhtiyar meraih ridho Mu.

Duhai yang menggenggam jiwa ini...

Saturday, 14 February 2015

Kaca Yang Berdebu : Sebuah Interaksi Hati

Kaca Yang Berdebu, salah satu judul lantunan musik nasyid yang dipopulerkan oleh grup nasyid Maidany, ternyata tidak hanya memberikan keteduhan ketika mendengar bait-baik irama lirik dan nadanya. Tetapi sungguh kaya akan makna yang tersirat didalamnya.

Sebagian ikhwah (ikhwan dan akhwat) ataupun masyarakat ammah lainnya menafsirkan bahwa nasyid ini sebagai bentuk ungkapan perhatian kepada kaum wanita, yang kondratnya bagai tulang rusuk yang bengkok, sehingga ada kesamaan ungkapan pada lirik-lirik nasyid ini. Wanita bagai tulang rusuk yang benkok, jika terlalu keras melempangkannya, akan patah, dan jika terlalu lembut, akan semakin bengkok,
Allahu A'lam.

Disamping itu, munkin sedikit penafsiran, nasid ini mengarahkan (taujih) bagi para Murobbi, atau pementor, pembina, agar berinteraksi dengan mad'u nya seperti membersihkan noda disebuah kaca, kaca yang tipis, yang jika terlalu keras akan mudah pecah.. Dan jika juga terlalu lembut, akan membuat ia mudah kembali terlihat noda.

Berinteraksi dengan mad'u itu dengan lemah-lembut, tetapi juga tidak dengan terlalu memanjakan..

Namun, lain halnya kepada wanita, bermanja-manja dengan istri itu adalah anjuran Rasulullah Salallahu 'Alaihi Wasallam.

Menegur mad'u jika mereka melakukan sesuatu yang tidak benar, itu pun pastinya dengan penuh perhatian, jangan sampai melukai hatinya. Dan memang selayaknya kepada siapapun, kita harus melakukan hal sama jika mereka melakukan sesuatu hal yang tidak benar. Karena itu adalah tugas seorang da'i dan bagian dari perintah Allah dan Rasul-Nya.

Mad'u itu adalah permata yang amat berharga.
Melihatnya dapat membuat jiwa ini terus terpompa asa akan ridho Allah Subhanahu Wata'ala.
Ia hanya akan berkilau jika disentuh dengan lembut.

Mad'u itu rentan akan setiap sentuhan, maka jagalah hatinya jua dengan penuh kesabaran.

Begitulah interaksi seorang murobbi kepada mutarobbinya, mad'u nya, binaannya. Hati itu akan hanya terbuka oleh hati pula.
Rasulullah sudah membuktikannya...

Bersabarlah bila menghadapinya
Terimalah ia dengan keikhlasan
Karna ia kaca yang berdebu
Semoga kau temukan dirinya
Bercahayakan iman...

Wallahu A'lam

*diperkuat oleh Sijiwa/ Amri dalam pengantar suatu konser.

Wednesday, 11 February 2015

Mencintainya, Memacarinya Semata-Mata Karena Allah


Cinta memang sesuatu yang misterius. Karenanya, banyak orang rela melakukan segalanya, berkorban untuknya, bahkan nekat menghabisi nyawanya. Itu lah bentuk ekspresi cinta yang dilakukan oleh kebanyakan para awam. Cinta berdasarkan luapan nafsu, tanpa adanya akal dan ruh yang mengiringi dan melandasi.


Kuatnya letupan ekspresi yang tak mampu disadari, membuat otak berfikir keras, mencari dalih religi sebagai bukti legalisasi ekspresi. Jika logika tertolak, agama pun bertindak. Begitu lah cara manusia-manusia yang ruh nya sedang haus. Berani mengatasnamakan agama untuk melegalisasikan ekpresi salahnya.

Bukan kah cinta kepada sesama makhluk Allah itu adalah sebuah anugerah?
Lalu kenapa harus melupakan kekasih, pacar?
Padahal Allah memberikan anugerah tersebut agar setiap manusia tidak kesepian, untuk saling mengenal.
Mencintainya, memacarinya semata-mata karena Allah...

Begitulah sepotong ekspresi cinta para cendikia tanpa doa.


Niat itu harus lurus dengan perbuatan, dan perbuatan itu adalah perbuatan yang dibenarkan, dibenarkan oleh Allah, yang Allah ridho terhadapnya. Berjudi, melakukannya dengan niat semata-mata karena Allah, untuk menjemput rizqi dari Allah, apakah tepat?
Tentu saja tidak tepat.
Begitu juga dengan hal ini, berhubungan antar lawan jenis (ikhwan dan akhwat) yang diridhoi Allah itu adalah hubungan nasab (keturunan) dan pernikahan, sedangkan muamalah ada batasan-batasannya, dan juga seperlunya. 


Jika niatnya untuk menikah, maka lakukan lah dengan cara yang juga Allah ridhoi. Bukan dengan cara yang dilarang-Nya, karena itu sama saja dengan mengingkari-Nya.


Lalu bagaimana caranya?
Datangi lah walinya, dapatkan lah restunya, ucapkan lah ijab-qobul-nya, dan bayarlah maharnya.

Bereslah sudah...


Lalu masalah cinta, apakah tidak penting?
Cinta butuh waktu, dari saling mengenal.


Jika tidak ada cinta, buat apa menderita membayar KUA? Cinta itu memang muncul setelah menerima (ikhlas) akan dirinya, menerima segalanya, kekurangan dan kelebihannya. Ikhlas tersebut juga karena sudah benar-benar faham akan dirinya, segala hal tentang dirinya. Memahami akan dirinya dimulai dengan mengenal betul dirinya. Itu lah proses Ta'aruf (kenal).

Pacaran  bukan lah bentuk dari ta'aruf atau bagian dari ta'aruf.
Pacaran itu adalah bentuk dari taqorrub bi ziina (mendekati zina).
Karena menikmati yang bukan haknya, dan pasti akan terus menggiring ke bentuk maksiat-maksiat berikutnya. 

Ta'aruf yang salah, itu lah pacaran. 

Bagaimana ta'aruf yang benar?Dengan tidak bermaksiat dan tidak menikmati yang bukan hak nya.
Wallahu A'lam ;)
*sekedar corat-coret