Niat melanjutkan dan melinierkan studi sudah tidak bisa
terbendung lagi, walau terpaksa meninggalkan kebersamaan dengan rekan-rekan di
pascasarjana uin medan. Singkat cerita, setelah mendaftar online, maka menyiapkan
diri untuk melakukan perjalanan yang diestimasikan sekitar 4-5 hari berdasarkan
informasi dari artikel menguak pengalaman perjalanan yang sama. Tapi pastinya
setiap orang akan mengalami pengalaman dan cara mengambil hikmah yang
berbeda-beda pula.
Perjalanan darat adalah pilihan yang diambil, disamping
perbedaan harga yang mencolok apabila dibandingkan dengan pesawat, yang sekitar
50% perbedaannya. Banyak yang mengatakan juga bahwa akan sama saja selisihnya,
karena biaya konsumsi yang akan membebani selama 4-5 hari tersebut. Tetapi hati
tetap menegaskan bahwa disamping biaya perjalanan, ada misi tertentu yang ingin
dicapai, yaitu menikmati mengunjungi atau sekedar melewati kota-kota
disepanjang rute perjalanan Bus AKAP (Antar Kota Antar Provinsi) ini.
Armada Bus ALS dipilih karena banyak didokumentasikan oleh
orang-orang yang melakukan perjalanan serupa. Tapi hal ini bukan berarti juga
merekomendasikan armada bus tersebut. Singkatnya bus yang dipilih adalah kelas
AC non - Toilet dengan harga Rp 510.000,- dan memilih berangkat pada hari Sabtu
(tiga hari kedepan dari hari membeli tiket tersebut), maka sesuai jadwalnya
yang setiap hari armada kelas tersebut akan bernagkat pada setiap jam 18.00 wib
dari medan.
Tiba waktunya pada hari sabtu, sesuai jadwal keberangaktan
kala itu telah memesankan bahwa akan berangkat dari Perbaungan, Serdang
Bedagai, kediaman orang tua yang sekitar 40 menit dari medan. Loket atau pol
armada bus tersebut letaknya tepat didekat halte, walau hanya sebuah tanda
plang tulisan yang dilekatkan di pohon. Menit berganti menit, jam berganti jam,
akhirnya pukul 21.23 wib Bus itu datang dan dimulailah perjalanan ini. Sebelum
menaiki bus, memang terjadi konflik dengan awak bus tersebut. Bayangkan saja,
sudah menunggu sejak pukul 6 sore, lalu harus berjalan lagi sejauh 1,46 km dari
tempat loket menunggu menuju lokasi Bus tersebut berhenti. Sunggguh tidak
tertahankan emosi ini lagi.
Setelah duduk dikursi pesanan di deretan ke 3 dari depan dan
dekat jendela, tepatnya kursi nomor 12, angka-angka yang sangat istimewa.
Memilih angkat tersebut juga berdasarkan hitung-menghitung, munkin posisi yang
sedikit lebih aman jika terjadi sesuatu di tengah perjalanan nanti. Pokoknya
merasa aman saja membayangkan disitu, tetapi juga yang pastinya tidak akan mengharapkan
itu terjadi, dan jika pun terjadi, semua atas kehendak Allah semata, siapa pun
tidak akan bisa lari dari ketetapannya.
Tidur adalah cara terbaik untuk meredakan emosi yang terus
meliputi. Walau berencana ingin merekam setiap perjalanan dengan mata kepala
sendiri, tapi juga hal itu tidak lah munkin. Pukul 03.34 wib, BUS berlabuh di
sebuah rumah makan daerah kota Rantau Prapat, Labuhan Batu. Karena dari rumah
sudah meniatkan untuk menjamak sholat, maka Magrib dan Isya dilakukan di satu
waktu pada saat itu. Melakukan sholat marib pada saat menunggu sebelumnya
membuat kekhawatiran ditinggal atau awak bus merasa jengkel karena harus
menunggu penumpang lagi, tapi malah sebaliknya yang terjadi. Ya sudah lah,
sudah terjadi. Memang jika dalam musafir, rukhsoh seperti ini biasa dilakukan.
Pilihan menggunakan jamak saja tanpa qosor menjadi kebiasaan dalam mengambil
rukhshoh ibadah seperti ini. Karena prinsip yang diyakini menggunakan 1
fasilitas kemudahan saja sudah cukup, walau banyak khilafiah yang mengatakan
terlalu sombong orang yang sudah diberi kemudahan tidak menggunakannya. Tapi
kondisinya kemudahan itu diberikan bagi yang merasa sulit, jika tidak merasa
sulit, maka lebih baik lakukan dengan biasa. Begitulah konsep mengambil rukhsoh
dari pendapat imam asy-Syafi'i yang Allah pasti suka dengan amal ibadah terbaik
yang dipersembahkan oleh hamba-Nya.
Selepas sholat, teringat bekal yang disiapkan oleh ibu
dirumah tadi sore, dengan menu ayam goreng bumbu. Nasi berjumlah 3 bungkus, dan
ayam berjumlah 6 potong. Bekal ini diperkirakan habis untuk 3 kali makan saja,
tapi kali ini akan lain perencanaannya, akan diusahakan bisa lebih dari 3 kali
makan. Mengingat sebelum berangkat dari rumah sudah makan, dan masih terasa
belum lapar, dan pertimbangan juga bus ini adalah AC non-Toilet, maka bekal
tersebut hanya coba dikemas dengan baik kembali agar tidak cepat rusak dan
basi. Bungkusan ayam goreng yang dari plastik dipadatkan agar tidak ada ruang
bagi udara dan nasi yang hanya berbungkus daun pisang, terpaksa dipadatkan lalu
dibungkusan plastiknya, yang mudah-mudahan juga mampu menutup ruang bagi udara.
Pukul 04.31 wib, Bus telah sampai di Kota Pinang, Labuhan
Batu Selatan. Disangka bus akan melalui rute pantai timur sumatera, ternyata
tidak. Di Kota Pinang, bus mengambil rute ke kanan menuju Gunung Tua, Padang
Lawas Utara. Karena dalam kondisi gelap, maka tidak begitu menarik pemandangan
yang bisa dilihat, maka tidur kembali menjadi pilihan dan tepat pada pukul
06.30 wib mendaratlah bus di kota tersebut untuk sarapan, yang sebelumnya
melakukan sholat subuh di daerah Halongonan. Ternyata daerah dengan nama
tersebut memang ada, tidak hanya sebuah nama tengah dari seorang teman yang
pernah berulang kali mencoba dijelaskannya.
Beberapa buah gorengan
yang diberikan seorang ibu di bangku belakang akhirnya melepas rasa
lapar di pagi hari tersebut, sehingga bekal nasi masih utuh untuk saat itu.
Selanjutnya BUS menuju Sibuhuan, Padang Lawas, dan sekitar 1 jam menepi di
jalan lintas kota tersebut pada pukul 08.30 wib sampai 09.54 wib. Kota yang
jalan utama nya masih begitu sempit, sehingga ditengah perjalanan menemukan
sebuah mobil avanza terperosok kedalam parit dipinggir jalan tersebut.
Setelah melewati hutan dan perkebunan karet dan sawit,
akhirnya memasuki provinsi Riau di daerah Rokan Hulu pada pukul 12.24 wib.
Perbatasan tersebut hanya dipisah oleh sungai kecil selebar 5 meter, tapi
terlihat jalan yang lumayan mulus dari jembatan yang memisahkan provinsi
Sumatera Utara dengan provinsi Riau tersebut. Sayangnya kemulusan itu tidak
berlangsung lama, karena kembali memasuk rute jalan yang bisa dikatan sungguh
dan bahkan terjelek selama perjalanan ini. Ditengah perkebunan sawit, sebuah
jalan yang ramai beralas tanah yang berlubang-lubang membuat hati was-was
seolah akan terbalik BUS ini yang bergoyang-goyang memiring ke kenan dan ke
kiri.
Pukul 13.46 wib. BUS berada di kota Pasir Pangaraian, Rokan Hulu.
Tanpa sadar melihat bangunan mesjid dan gedung pemerintahan di kota ini,
menjadi takjub dan merasa seolah-olah sedang berada di suatu negeri jiran.
Berlabuh kembali BUS di sebuah rumah makan, sehingga 1 bungkus nasi dan 1
potong ayam goreng pun telah disantap. BUS yang kembali bergerak menuju Pekan
Baru menelusuri jalan yang di sepanjang sisi kanannya terdapat pipa besar
minyak milik Chevron.
Menelusuri rimba perkebunan sawit dengan trak datar namun kadang kala juga bergoyang-goyang karena roda Bus melalui bagian aspal yang rusak. Tetapi akhirnya juga menghantarkan para penumpang di Kota Pekanbaru tepat pada pukul 16.12 wib. Pertama kalinya menginjakkan kaki di Ibu Kota Provinsi Riau ini, sesaat membuat takjub, ternyata tidak hanya kota Medan saja yang diakui sebagai kota besar di Pulau Sumatera. Melihat doom besar yang terlihat dari kejauhan yang ternyata adalah sebuah stadion yang pernah menyemarakkan perhalatan PON beberapa tahun lalu dan pertandingan sepakbola internasional antara negara-negara Asia Tenggara. Kota ini seolah meruntuhkan sejenak kebanggaan seorang anak Medan. Beberapa saat BUS mengistirahatkan penumpang sampai selepas magrib, hanya mencoba melihat disekitar pool BUS ini kearah jalan besar di depan. Hilir mudik dan lampu-lampu kendaraan yang berkepatan tinggi semakin meramaikan kota ini ditambah cahaya-cahaya dari gedung-gedung disekitaranya. Inilah momen pertama kali di kota besar ini.