Dia mengenal dunia
pergerakan dakwah Islam sudah sejak di Aliyah/SMA. Bahkan juga berterima kasih
kepada jam'ah tersebut yang telah memperkenalkan "the true way of
life" ini.
Suatu hari ia tertarik
membaca buku dan majalah Islam koleksi saudara laki-laki tertuanya yang begitu
eksisnya dalam kegiatan ke Islaman, disamping kuliahnya yang ternyata kala itu
angkatan 1999 trend Mujahid Sejati adalah "lama tamat". Tetapi ia
tidak mengetahui betul apa nama dan fikroh yang digeluti oleh saudara tertuanya tu. Tanpa berusaha menggali lebih
jauh dengan yang bersangkutan, ternyata ia sudah terlebih dahulu dipertemukan
teman satu kampung tetapi berbeda sekolah, yang juga memiliki buku dan majalah
yang sama, yaitu al-Wa’ie. Hampir 1 tahun juga berjalan mengikuti Halaqohnya,
yang kadang juga tidak begitu rutin, tetapi cukup mempengaruhi cara pandang,
sampai begitu semangatnya kalau sudah ada agenda Masyiroh (Aksi Kejalan), tidak
segan-segan untuk ikut ke kota dengan perjalan 1 jam. Bahkan effect nya masih
ada sampai dibangku kuliah. Ketika itu diadakan pemilihan kepala daerah
setingkat gubernur tahun 2008, rasa enggan untuk ikut mencoblos begitu
mempengaruhi seperti ada perasaan fly saja... (Tapi jika seperti ini dahulu
juga dirasakan perihnya perjuangan, pasti lebih deras lagi air mata ini
menetes).
Dibangku perkulihan,
aktifitasnya di Jamaa'h tersebut ternyata dilakoni juga tdk begitu eksis
kembali, karena teralihkan oleh agenda-agenda Asrama Bahasa dan perkuliahan
yang padat. Padahal ia waktu itu tinggal sekamar dengan senior di fakultas dan
sekolah dulu, yang ternyata juga pentolan chapter campus nya. Tapi entah kenapa
kakak itu terlihat begitu segan untuk kembali me-refrest doktrin-doktrinnya, ya
sudah lah.. munkin sudah ketentuan Allah…...
Semester 2 di bangku
perkuliahan ternyata Allah mempertemukan dengan seorang Ustadz PNS yang
ternyata menjabat juga sebagai ketua Ikatan Da'i Indonesia setingkat kota.
Berawal dari arahan seorang pembina Remaja Mesjid tempat saya menumpang tinggal
yang juga disebut JaMes, Jaga Mesjid. Akhirnya diperkenalkanlah ia dengan
sarana dakwah dengan wajah yang lain. Tanpa muluk-muluk, pertemuan pertama sang
ustadz langsung memperkenalkan nama jama'ah dakwah itu, tapi karena masih
terasa effect doktrin yang lama, suasana pertemuan liqo’at berjalan tanpa
banyak pertanyaan dari para mad'u, termasuk dirinya sendiri tidak bertanya
sedikitpun.
Pertemuan pun terus
berlajut, karena selalu diintrogasi oleh sang pemina RM. Akhirnya terjadi rasa
keanehan, begitu pedulinya beliau terhadap aktivitas pertemuan pekanan itu.
lambat laut ia menjadi merasa ada kenyamanan. Sikap sang ustadz dan si pembina itu,
juga ditambah suasana sekitar asrama yang ternyata banyak anak-anak Muslim
Negarawan nya. Walaupun masih terjadi pergolakan pemikiran antara menerima
model dakwah siyasi ini atau tidak.
Puncak penuntutan
untuk lebih eksis dalam halaqoh baru ini, ketika terjadi diskusi ia dengan
saudara tertuanya atau si penjerumus bergelar MA (mahasiswa abadi), mengenai
perbedaan fiqroh-fiqroh pergerakan Islam yang ada, yang ternyata baru
belakangan diketahui kalau beliau juga adalah aktivis Muslim Negarawan juga di
periode-periode transisi eksternalisasi Aktivis Dakwah Kampus ke Jalanan
(Aksi). Yah.. walau pun sampai sekarang ia tidak mengetahui kenapa bisa ada
buku-buku dan majalah itu dirumah.
Setelah diskusi, ia
mulai berfikir, dan membuka kajian-kajian fikih, membaca sejarah, dll..
Akhirnya berani mendefinisikan sendiri, bahwa sesuatu yang haram bisa jadi
boleh, jika dalam kondisi darurat. Nah, kondisi Ummat sekarang ini sudah sangat
sekarat, tidak munkin hanya berjalan kaki untuk menjemput dan memberikan
pertolongan, tetapi butuh namanya kendaraan. Atau sistem ini sebenarnya juga
tidak ada bedanya dengan yang telah dipraktekkan Rasulullah, hanya perkembangan
saja, nilai "oleh rakyat" sebagai suatu tindakan yang bukan
dimaknakan sebagai mengkerdilkan Tuhan. Tapi ini semuakan hasil pemikiran
manusia, yang suatu saat bisa tidak relevan lagi, seperti konsep Wali Mujbir,
seorang ayah dapat memaksakan menikahkan gadisnya dengan seorang lelaki yang ia
senangi, dalam fiqih Syafi'i. Ya, bisa saja berubah, tidak mustahil kan? Tinggal
bagaimana para pembuat peraturan/ uu itu diisi oleh orang-orang yang bervisi
semua itu, sembari juga memahamkan masyarakat. Kenapa tidak?
Ketika hati nya sudah
mulai melunak, ternyata aktifitas dan agenda sang ustadz semakin padat, sehigga
mau tidak mau ia harus mengungsi ke kampus guna terus mendapatkan suasana indah
dan nyaman tersebut (halaqoh pekanan), itu pun karena ajakan dari teman-teman
asramanya. Mulai dari mengikuti agenda Open House sebuah lembaga dakwah kampus
sampai akhirnya mengikuti perekrutannya. Tahun 2008 menjadi titik tolak
ketotalitasan diri, dan hati nya kepada jama’ah ini. Awal menjadi pengurus
lembaga, langsung diamanahi mengkoordinatori sebuah departemen. Tahun
berikutnya ternyata lebih berat lagi (Ketua Umum). Rasa amat berat sekali
dirasakannya ketika pertama kali dipaksa untuk mengiyakan kesiapan menjadi
kandidat. Dan mulai dari itulah betul-betul merasakan dan memahami duka dan
sukanya. Insya Allah jika sudah menyerahkan semua kepada Allah, tidak akan ada
rasa suka yang membuat lupa, rasa duka yang membuat kecewa. Ia tipe orang yang
setia, jadi Insya Allah sampai akhir hayat ia akan terus bersama jama’ah ini.
Namanya juga sudah cinta, karena Allah….